Rabu, 28 September 2011

KAROMAH IBRAHIM BIN ADHAM


(Rela meninggalkan kerajaannya yang megah demi menempuh jalan sufi)

Ibrahim bin Adham adalah raja Balkh yang sangat luas daerah kekuasaannya. Kemanapun dia pergi, empat puluh buah pedang emas dan empat puluh buah tongkat kebesaran emas diusung di depan dan dibelakangnya. Pada suatu malam ketika dia tertidur di kamar istananya, langit-langit kamar berbunyi seolah-olah ada seseorang yang sedang berjalan diatas atap. Ibrahim bin Adham terjaga dan berseru “Siapakah itu?”
“Seorang sahabat, untaku hilang dan aku mencarinya diatas atap ini” Terdengar sebuah sahutan dari atap.
“Tolol, engkau hendak mencari unta diatas atap, mana mungkin unta bisa naik keatas atap rumahku” Seru Ibrahim bin Adham.
“Hai manusia! Siapakah yang tolol? Kau atau aku? Engkau benar-benar manusia yang lalai, apakah engkau hendak mencari Allah SWT dengan berpakaian sutera dan tidur diatas ranjang emas” Orang itu menjawab.


Kata-kata ini sangat menggetarkan hati Ibrahim. Ia menjadi sangat gelisah dan tidak dapat meneruskan tidurnya. Ketika hari telah siang, Ibrahim bin Adham kembali ke ruang pertemuan dan duduk di atas singgasananya sambil termenung, bingung dan gundah. Para menteri telah berdiri di tempat masing-masing dan hamba-hamba telah berbaris sesuai dengan tingkatan mereka. Kemudian dimulailah pertemuan terbuka di tempat itu.

Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki berwajah menakutkan masuk ke dalam ruangan pertemuan itu. Wajahnya sedemikian menyeramkan dan menakutkan sehingga tak seorang pun di antara anggota-anggota istana yang berani menanyakan namanya. Semua lidah menjadi kelu. Dengan tenang laki-laki tersebut melangkah ke depan singgasana.
“Apakah yang engkau inginkan?” Tanya Ibrahim bin Adham.
“Aku baru saja sampai dipersinggahan ini” Jawab laki-laki itu.
“Ini bukan sebuah persinggahan para kafilah. Ini adalah istanaku. Apakah engkau sudah gila!” Ibrahim menghardik.
“Siapakah pemilik istana ini sebelum engkau” Tanya laki-laki itu.
“Ayahku!” Jawab Ibrahim bin Adham.
“Dan sebelum ayahmu?”
“Kakekku!”
“Dan sebelum kakekmu?”
“Ayah dari kakekku!”
“Dan sebelum dia?”
“Kakek dari kakekku!”
“Kemanakah mereka sekarang ini?” Tanya laki-laki itu.
“Mereka telah tiada, mereka telah meninggal dunia” Jawab Ibrahim bin Adham.
“Jika demikian, bukankah ini sebuah persinggahan yang dimasuki oleh seseorang dan ditinggalkan oleh yang lainnya?”

Setelah berkata demikian laki-laki itu menghilang. Sesungguhnya dia adalah Nabi Khidir AS yang sedang menyamar.

Kegelisahan dan kegundahan hati Ibrahim bin Adham semakin menjadi-jadi. Dia dihantui bayang-bayang tentang kejadian tersebut. Akhirnya karena tidak tahan lagi, pada suatu hari berserulah Ibrahim.
“Persiapkan kudaku! Aku hendak pergi berburu. Aku tidak tahu apakah yang terjadi terhadap diriku ini. Ya Allah, kapan semua ini akan berakhir?”
Kudanya telah dipersiapkan lalu berangkatlah ia berburu. Kuda itu dipacunya menembus padang pasir, seolah-olah dia tidak sadar akan perbuatannya itu. Dalam kebingungan itu ia terpisah dari rombongannya. Tiba-tiba terdengar olehnya sebuah seruan “Bangunlah!”
Ibrahim bin Adham pura-pura tidak mendengar seruan itu. Ia terus memacu kudanya. Untuk kedua kalinya suara itu berseru kepadanya, namun Ibrahim tetap tidak memperdulikannya. Ketika suara itu untuk ketiga kalinya berseru kepadanya, Ibrahim semakin memacu kudanya. Akhirnya untuk yang keempat kalinya suara itu berseru, “Bangunlah! Sebelum engkau kucambuk”

Ibrahim bin Adham tidak dapat mengendalikan dirinya. Saat itu terlihat olehnya seekor rusa. Ibrahim bin Adham hendak memburunya tetapi binatang itu berkata kepadanya “Aku disuruh untuk memburumu. Engkau tidak dapat menangkapku. Untuk inikah engkau diciptakan atau inikah yang diperintahkan kepadamu”
“Wahai, apakah yang menghadang diriku ini?” Seru Ibrahim. Ia memalingkan wajahnya dari rusa tersebut. Tetapi dari pegangan di pelana kudanya, terdengar suara yang menyerukan kata-kata yang serupa. Ibrahim panik dan ketakutan.

Seruan itu semakin jelas karena Allah SWT hendak menyempurnakan janji-Nya. Kemudian suara yang serupa berseru pula dari mantelnya. Akhirnya sempurnalah seruan Allah SWT dan pintu hidayah terbuka bagi Ibrahim bin Adham. Keyakinan yang teguh telah tertanam di dalam dadanya, Ibrahim bin Adham turun dari kudanya. Seluruh pakaian dan tubuh kudanya basah oleh cucuran air matanya. Dengan sepenuh hati Ibrahim bertaubat kepada Allah SWT.

Ketika Ibrahim bin Adham menyimpang dari jalan raya, ia melihat seorang gembala yang mengenakan pakaian dan topi yang terbuat dari bulu domba. Setelah diamatinya, ternyata si gembala adalah sahayanya yang sedang menggembalakan  ternak miliknya. Kepada si gembala itu Ibrahim menyerahkan mantelnya yang bersulamkan emas, topinya yang bertahtakan batu permata. Sedang dari si gembala itu Ibrahim meminta pakaian dan topi bulu domba yang sedang dipakainya. Semua malaikat menyaksikan perbuatannya itu dengan penuh kagum.
“Betapa megah kerajaan yang diterima oleh putera Adam ini” malaikat-malaikat itu berkata, “Ia telah mencampakkan pakaian keduniawian yang kotor lalu menggantinya dengan jubah kepapaan yang megah”
Dengan berjalan kaki, Ibrahim bin Adham mengelana melalui gunung-gunung dan padang pasir yang luas sambil meratapi dosa-dosanya yang pernah dilakukan. Akhirnya sampailah dia di Merv. Disini Ibrahim melihat seorang laki-laki terjatuh dari sebuah jembatan. Dari kejauhan Ibrahim berseru, “Ya Allah, selamatkanlah dia!” Seketika itu juga tubuh laki-laki itu terhenti di udara hingga para penolong tiba dan menariknya keatas. Dengan terheran-heran mereka memandang kepada Ibrahim bin Adham. “Manusia apakah dia itu?” Seru mereka.

Ibrahim meninggalkan tempat itu dan terus berjalan sampai ke kota Nishapur. Di kota Nishapur, Ibrahim bin Adham mencari sebuah tempat terpencil dimana dia dapat tekun mengabdi kepada Allah SWT. Akhirnya ditemukanlah sebuah gua yang sangat terpencil letaknya. Didalam gua itu Ibrahim menyendiri selama sembilan tahun. Tidak seorang pun yang tahu apakah yang telah dilakukannya didalam gua tersebut. Karena hanya manusia luar biasa yang sanggup menyendiri didalam gua itu baik siang maupun malam.

Setiap hari Kamis, Ibrahim bin Adham keluar dari gua untuk mengumpulkan kayu bakar. Keesokan paginya pergilah dia ke kota Nishapur untuk menjual kayu-kayu tersebut. Setelah selesai melaksanakan shalat Jum’at, ia pergi membeli roti dengan uang hasil menjual kayu bakar tersebut. Roti itu separuhnya diberikan kepada pengemis dan fakir miskin dan yang separuhnya lagi digunakannya untuk berbuka puasa. Demikianlah yang dilakukannya setiap pekan.

Pada suatu malam di saat musim salju, Ibrahim bin Adham sedang berada di ruang pertapaannya. Malam itu udara sangat dingin, untuk bersuci saja, Ibrahim harus memecahkan es. Badannya menggigil karena kedinginan namun ia tetap melaksanakan shalat dan berdo’a hingga fajar menyingsing. Di saat kedinginan, ia melihat ada sebuah kain bulu diatas tanah. Dengan kain bulu itu sebagai selimut ia pun tertidur. Setelah siang, barulah ia terjaga dari tidurnya dan badannya merasa hangat. Tetapi segeralah ia sadar bahwa yang disangkanya sebagai kain bulu itu adalah seekor naga dengan biji mata berwarna merah darah. Ibrahim panik dan sangat ketakutan, kemudian dia berseru “Ya Allah Engkau telah mengirimkan makhluk ini dalam bentuk yang halus, tetapi sekarang terlihatlah bentuk sebenarnya yang sangat mengerikan. Aku tak kuat menyaksikannya.” Naga itu segera bergerak dan meninggalkan tempat itu setelah bersujud di depan Ibrahim bin Adham.

KETIKA IBRAHIM BIN ADHAM PERGI KE MEKKAH
Ketika kemasyurannya tersebar luas Ibrahim meninggalkan gua tersebut dan pergi ke Mekkah. Ketika perjalanannya ke Mekkah tepatnya disebuah padang pasir, Ibrahim bin Adham berjumpa dengan seorang tokoh besar agama yang mengajarkan kepadanya Nama Yang Teragung dari Allah SWT dan setelah itu pergi meninggalkannya. Dengan Nama Yang Teragung itu Ibrahim menyeru “Allah SWT” dan sesaat kemudian tampaklah olehnya Nabi Khidir AS.
“Ibrahim” kata Nabi Khidir AS kepadanya, “Saudaraku. Daud-lah yang mengajarkan kepadamu Nama Yang Teragung itu.”
Kemudian mereka berbincang-bincang. Dengan izin Allah SWT, Nabi Khidir AS adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim bin Adham.

Mengenai kelanjutan perjalanannya menuju Mekkah, Ibrahim bin Adham mengisahkannya sebagai berikut: Setibanya di Dzatul Irg, kudapati tujuh puluh orang berjubah kain perca tergeletak mati dan darah mengalir dari hidung dan telinga mereka. Aku berjalan mengitari mayat-mayat tersebut, ternyata salah seorang diantaranya masih hidup.
“Anak muda, apakah yang telah terjadi?” Ibrahim bertanya kepadanya.
“Wahai anak Adam”, jawabnya kepadaku, “Beradalah didekat air dan tempat shalat, janganlah menjauh agar engkau tidak dihukum, tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka. Tidak seorang manusia pun boleh bersikap terlampau berani di depan sultan. Takutilah sahabat yang membantai dan memerangi para peziarah ke tanah suci seakan-akan mereka itu orang-orang kafir Yunani. Kami ini adalah rombongan sufi yang menenbus padang pasir dengan berpasrah diri kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengucapkan sepatah kata pun didalam perjalanan, tidak akan memikirkan apapun kecuali Allah SWT, senantiasa membayangkan Allah SWT ketika berjalan maupun istirahat, dan tidak peduli kepada segala sesuatu kecuali kepada-Nya.”
Setelah kami mengarungi padang pasir dan sampai ke tempat dimana para peziarah harus mengenakan jubah putih, Nabi Khidir AS datang menghampiri kami. Kami mengucapkan salam kepadanya dan Nabi Khidir AS pun membalas salam dari kami. Kami sangat gembira dan berkata “Alhamdulillah, sesungguhnya perjalanan kami telah diridhai Allah SWT dan yang mencari telah mendapatkan yang dicari, karena bukankah manusia suci sendiri telah datang untuk menyambut kita.” Tetapi di saat itu juga berserulah sebuah suara didalam diri kami, “Kalian pendusta dan berpura-pura! Demikianlah kata-kata dan janji kalian dahulu? Kalian lupa kepada-Ku dan memuliakan yang lain. Binasalah kalian! Aku tidak akan membuat perdamaian dengan kalian sebelum nyawa kalian kucabut sebagai pembalasan dan sebelum darah kalian kutumpahkan dengan pedang kemurkaan!”

“Hai Ibrahim! Manusia-manusia yang engkau saksikan terkapar disini semuanya adalah korban dari pembalasan itu. Wahai Ibrahim, berhati-hatilah engkau! Engkau pun mempunyai ambisi yang sama. Berhati-hatilah atau menyingkirlah jauh-jauh!”

Aku sangat gentar mendengar kisah itu. Aku bertanya kepadanya “Tetapi mengapakah engkau tidak turut dibinasakan?”

Kepadaku dikatakan “Sahabat-sahabatmu telah matang sedangkan engkau masih mentah. Biarlah engkau hidup beberapa saat lagi dan segera akan menjadi matang. Setelah matang engkau pun akan menyusul mereka” Setelah berkata demikian ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Empat belas tahun lamanya Ibrahim mengarungi padang pasir, dan selama itu pula Ibrahim selalu berdoa dan merendahkan diri kepada Allah SWT. Ketika hampir sampai di kota Mekkah, para pemuka kota Mekkah sudah mendengar kedatangan Ibrahim, mereka keluar kota hendak menyambutnya. Ibrahim mendahului rombongannya agar tidak seorang pun dapat mengenali dirinya. Hamba-hamba yang mendahului para pemuka Mekkah itu melihat Ibrahim tetapi karena belum pernah bertemu dengannya, mereka tidak mengenalinya. Setelah Ibrahim begitu dekat, para pemuka-pemuka Mekkah itu berseru “Ibrahim bin Adham hampir sampai. Para pemuka tanah suci telah datang menyambutnya.”

“Apakah yang kalian inginkan dari si bid’ah itu?” Tanya Ibrahim kepada mereka. Mereka langsung meringkus Ibrahim dan memukulinya.
Para pemuka-pemuka Mekkah sendiri datang menyambut Ibrahim tapi engkau menyebutnya bid’ah?” Hardik mereka.
“Ya, aku katakan bahwa dia adalah seorang bid’ah?” Ibrahim mengulangi ucapannya.
Ketika mereka meninggalkan dirinya, Ibrahim berkata pada dirinya sendiri “Engkau pernah menginginkan agar para pemuka itu datang menyambut kedatanganmu, bukankah telah engkau peroleh beberapa pukulan dari mereka? Alhamdulillah telah kusaksikan betapa engkau telah memperoleh apa yang engkau inginkan.”
Ibrahim menetap di kota Mekkah. Ia selalu dikelilingi oleh beberapa orang sahabat dan dia memperoleh nafkah dengan memeras keringat sebagai tukang kayu.



IBRAHIM BIN ADHAM SAAT BERTEMU PUTERANYA
Ketika berangkat dari Balkh, Ibrahim meninggalkan seorang putera yang masih menyusui. Suatu hari, setelah si putera beranjak dewasa, ia menanyakan perihal ayahnya kepada ibunya.
“Ayahmu telah hilang!” Ibunya menjelaskan.
Setelah mendapat penjelasan ini, si putera membuat sebuah maklumat bahwa barang siapa yang bermaksud menunaikan ibadah haji diminta supaya berkumpul. Empat ribu orang datang memenuhi panggilan ini. Lalu kemudian ia memberikan biaya makan dan unta selama dalam perjalanan ibadah haji ini. Dalam hati ia berharap semoga Allah SWT mempertemukan dia dengan ayahnya. Sesampainya di kota Mekkah, di dekat pintu Masjidil Haram, mereka bertemu dengan serombongan sufi yang mengenakan kain perca.
“Apakah kalian mengenal Ibrahim bin Adham?” Si pemuda bertanya kepada mereka.
“Ibrahim bin Adham adalah sahabat kami. Ia sedang mencari makan untuk menjamu kami” Jawab mereka.
Pemuda itu meminta agar mereka sudi mengantarkannya ke tempat Ibrahim saat ini. Mereka membawanya ke bagian kota Mekkah yang dihuni oleh orang-orang miskin. Di sana dilihatnya betapa ayahnya bertelanjang kaki dan tanpa penutup kepala sedang memikul kayu bakar. Air matanya berlinang tapi dia masih bisa mengendalikan diri. Ia lalu membuntuti ayahnya sampai ke pasar. Sesampainya di pasar si ayah mulai berteriak-teriak “Siapakah yang suka membeli barang yang halal dengan barang yang halal!!”
Seorang tukang roti menyahuti dan menerima kayu bakar tersebut dan memberikan roti kepada Ibrahim. Roti itu dibawanya pulang lalu disuguhkannya kepada sahabat-sahabatnya.

Si putera berfikir-fikir dengan penuh kekhawatiran, jika kukatakan kepadanya siapa aku, niscaya dia akan melarikan diri. Oleh karena itu dia pun pulang meminta nasehat kepada ibunya, bagaimana cara yang terbaik untuk mengajak ayahnya pulang. Si ibu memberinya nasehat agar ia bersabar hingga tiba saat melakukan ibadah haji.
Setelah tiba saat menunaikan ibadah haji, sang anak pun pergi ke Mekkah. Ibrahim sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya.
“Hari ini di antara jama’ah haji banyak terdapat perempuan dan anak-anak muda, jagalah mata kalian.” Ibrahim menasehati mereka.
Semua sahabat-sahabatnya menerima nasehat itu. Para jama’ah memasuki kota Mekkah dan melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah. Seorang pemuda tampan menghampiri Ibrahim dan Ibrahim terkesima memandanginya. Sahabat-sahabatnya yang menyaksikan kejadian itu merasa heran namun mereka dapat menahan diri sampai selesai thawaf.
“Semoga Allah SWT mengampunimu” mereka menegur Ibrahim. “Engkau telah menasehati kami agar menjaga mata dari setiap perempuan dan anak-anak muda, tetapi engkau sendiri telah terpesona memandang seorang pemuda tampan.”
“Jadi kalian telah menyaksikan perbuatanku itu?”
“Ya, kami telah menyaksikannya” Jawab mereka.
“Ketika pergi dari Balkh, aku meninggalkan seorang anakku yang masih menyusui. Aku yakin pemuda tadi adalah anakku sendiri” Ibrahim memberi penjelasan.
Keesokan harinya tanpa sepengetahuan Ibrahim, salah seorang sahabatnya pergi mengunjungi perkemahan jama’ah dari Balkh. Di antara semua kemah-kemah itu ada sebuah kemah yang terbuat dari kain brokat. Di dalamnya terdapat seorang pemuda yang sedang duduk membaca Al-Quran sambil menangis. Sahabat Ibrahim tersebut meminta izin untuk masuk.
“Dari manakah engkau datang?” Tanyanya kepada si pemuda. “Dari Balkh” Jawab si pemuda.
“Putera siapakah engkau?”
Si pemuda menutup wajahnya lalu menangis. “Sampai kemarin aku belum pernah menatap wajah ayahku. Walaupun demikian aku belum merasa pasti apakah ia ayahku atau bukan. Aku khawatir jika kukatakan kepadanya siapa aku sebenarnya, ia akan menghindarkan diri kembali dari kami. Ayahku adalah Ibrahim bin Adham raja dari Balkh” Jawab pemuda itu.

Lalu sahabat Ibrahim itu membawa si pemuda bertemu dengan ayahnya. Ibunya pun turut menyertai. Ketika sampai ke tempat Ibrahim, Ibrahim bin Adham sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya di depan pojok Yamani. Dari kejauhan Ibrahim telah melihat sahabatnya datang beserta si pemuda dan ibunya. Begitu melihat Ibrahim, wanita itu menjerit dan tidak dapat mengendalikan dirinya.
“Inilah ayahmu!”
Semuanya gempar. Semua orang yang berada di tempat itu menitikkan air mata. Begitu si pemuda dapat menguasai diri, ia segera mengucapkan salam kepada ayahnya. Ibrahim menjawab salam anaknya kemudian merangkulnya.
“Agama apakah yang engkau anut?” Tanya Ibrahim bin Adham kepada puteranya.
“Agama Islam”
“Alhamdulillah”, Jawab Ibrahim. “Apakah engkau dapat membaca Al’Quran?”
“Ya” Jawab anaknya.
“Alhamdulillah, apakah engkau sudah mendalami agama ini?”
“Sudah”
Setelah itu Ibrahim hendak pergi tetapi anaknya tidak mau melepaskannya dan ibunya menangis keras-keras. Ibrahim bin Adham menengadahkan tangannya sambil berdo’a “Ya Allah selamatkanlah diriku ini!”
Seketika itu juga, anaknya yang sedang berada dalam rangkulannya menemui ajalnya.
“Apakah yang terjadi Ibrahim” Tanya sahabat-sahabatnya.
“Ketika aku sedang merangkulnya, timbullah rasa cintaku kepada anakku. Dan sebuah suara berseru kepadaku ‘Engkau telah mengatakan bahwa engkau mencintai Aku, tetapi nyatanya engkau mencintai yang lain selain Aku. Engkau telah menasehati sahabat-sahabatmu agar mereka tidak memandang wanita, tetapi hatimu sendiri lebih tertarik dengan wanita dan pemuda itu!’ mendengar kata-kata itu aku pun berdo’a: “Ya Allah Yang Maha Besar, selamatkanlah diriku ini. Anak ini akan merenggut seluruh perhatianku sehingga aku tidak dapat mencintai-Mu lagi. Cabutlah nyawa anakku atau cabutlah nyawaku sendiri.” Dan kematian anakku tersebut merupakan jawaban terhadap doaku.”
Berikut kami sajikan beberapa karomah Ibrahim bin Adham yang kami sarikan dari berbagai sumber terpilih.

Catatlah namaku Jibril
Ibrahim mengisahkan. Pada suatu malam dalam sebuah mimpi kulihat Jibril turun ke bumi membawa segulung kertas ditangannya.
Aku bertanya kepadanya “Apakah yang hendak engkau lakukan?”
“Aku hendak mencatat nama sahabat-sahabat Allah SWT” Jawab Jibril.
“Catatlah namaku” Aku memohon kepadanya.
“Engkau bukan salah seorang diantara sahabat-sahabat Allah SWT” Jawab Jibril.
“Tetapi aku adalah seorang sahabat dari para sahabat-sahabat Allah SWT itu” Aku memohon hampir putus asa.
Beberapa saat kemudian Malaikat Jibril terdiam. Kemudian ia berkata, “Telah kuterima sebuah perintah: ‘Tulislah nama Ibrahim bin Adham di tempat paling atas karena didalam jalan ini harapan tercipta dari keputusasaan.”

Pertemuan Ibrahim bin Adham dengan seorang pertapa muda
            Kepada Ibrahim bin Adham dikabarkan mengenai seorang pertapa muda yang telah memperoleh pengalaman-pengalaman menakjubkan dan telah melakukan disiplin diri yang sangat keras.
“Antarkanlah aku kepadanya karena aku ingin sekali bertemu dengannya” kata Ibrahim bin Adham.
Mereka mengantarkan Ibrahim bin Adham ke tempat si pertapa muda. “Jadilah tamuku selama tiga hari” si pertapa muda mengundang Ibrahim bin Adham. Ibrahim menerima undangannya dan selama itu pula Ibrahim memperhatikan segala tingkah lakunya. Ternyata yang disaksikan Ibrahim bin Adham lebih menakjubkan daripada yang telah didengarnya dari sahabat-sahabatnya. Sepanjang malam si pemuda tidak pernah tertidur atau terlena. Menyaksikan semua ini Ibrahim merasa iri.

“Aku sedemikian lemah, tidak seperti pemuda ini yang tak pernah tidur dan beristirahat sepanjang malam. Aku akan mengamati dirinya lebih seksama” Ibrahim berkata dalam hati. “Akan kuselidiki apakah setan telah merasuk ke dalam tubuhnya atau apakah semua ini wajar sebagaimana mestinya. Aku harus meneliti sedalam-dalamnya. Yang menjadi inti persoalan adalah apakah yang dimakan oleh pertapa ini.”

            Maka diselidikinya makanan si pemuda pertapa itu. Ternyata si pemuda pertapa tersebut memperoleh makanan dari sumber yang tidak halal.
“Maha Besar Allah, ternyata semua ini adalah perbuatan setan” Ibrahim berkata dalam hati.
“Aku telah menjadi tamumu selama tiga hari, kini engkaulah yang menjadi tamuku selama empat puluh hari” Kata Ibrahim bin Adham.
            Si pemuda setuju, Ibrahim bin Adham membawa si pemuda ke rumahnya dan menjamunya dengan makanan yang diperolehnya dengan memeras keringatnya sendiri. Seketika itu juga, kegembiraan si pemuda hilang. Semua semangatnya hilang. Ia tidak dapat lagi hidup tanpa istirahat dan tidur. Lalu ia menangis.
“Apakah yang telah engkau perbuat terhadapku?” Tanya si pemuda kepada Ibrahim.
“Makananmu engkau peroleh dari sumber yang tidak halal. Setiap saat setan menyusup ke dalam tubuhmu. Tetapi begitu engkau menelan makanan yang halal, maka ketahuanlah bahwa semua hal-hal menakjubkan yang dapat engkau lakukan selama ini adalah pekerjaan setan”

Ketika Ibrahim menumpang sebuah perahu
Rajah berkisah: ketika aku dan Ibrahim bin Adham sedang menumpang sebuah perahu, tiba-tiba angin topan datang menerpa dan bumi menjadi kelam. Aku berteriak “Perahu kita akan tenggelam!”
Tetapi dari langit terdengar sebuah suara:
“Jangan kuatirkan perahu akan tengelam karena Ibrahim bin Adham ada bersama kalian.”
Segera setelah itu angin mereda dan bumi yang kelam menjadi terang kembali.
Tak bisa bayar ongkos perahu
Ibrahim bin Adham menumpang sebuah perahu tetapi ia tidak mempunyai uang. Kemudian terdengar sebuah pengumuman “Setiap orang harus membayar satu dinnar.”
Ibrahim bin Adham segera shalat sunnat dua rakaat dan berdoa “Ya Allah, mereka meminta ongkos tetapi aku tidak mempunyai uang”

Mendadak lautan luas berubah menjadi emas. Ibrahim bin Adham mengambil segenggam dan memberikannya kepada mereka.

Kembalikanlah jarumku
Suatu hari Ibrahim bin Adham duduk di tepi sungai Tigris sambil menjahit jubah tuanya yang bolong. Tiba-tiba jarumnya terlepas dan jatuh ke dalam sungai. Seseorang bertanya kepadanya. “Engkau telah meninggalkan sebuah kerajaan yang megah, tetapi apakah yang telah engkau peroleh sebagai imbalannya?”
Sambil menunjuk ke sungai, Ibrahim bin Adham berseru:
“kembalikanlah jarumku!”
Seribuan ekor ikan menyembul ke permukaan air, masing-masing dengan membawa sebuah harum emas dimulutnya. Kepada ikan-ikan itu Ibrahim berkata “Yang aku inginkan adalah jarumku sendiri.”
Seekor ikan yang kecil dan lemah datang mengantarkan jarum kepunyaan Ibrahim di mulutnya.
“Jarum ini adalah salah satu diantara imbalan-imbalan yang kuperoleh karena meninggalkan kerajaan Balkh. Sedangkan yang lainnya belum engkau ketahui” Kata Ibrahim kepada orang tadi.

Sumur harta
Suatu hari Ibrahim pergi ke sebuah sumur. Timba diturunkannya dan ketika diangkat ternyata timba itu penuh dengan kepingan emas. Emas-emas itu ditumpahkannya kembali kedalam sumur. Kemudian timba diturunkan kembali dan ketika diangkat ternyata penuh pula dengan butiran-butiran mutiara. Dengan tersenyum butiran-butiran mutiara tersebut ditumpahkannya kembali ke dalam sumur. Kemudian Ibrahim bin Adham berdoa kepada Allah SWT “Ya Allah, Engkau menganugerahiku dengan harta. Aku tahu Engkau Maha Kuasa, tetapi Engkau pun tahu bahwa aku tidak terpesona oleh harta benda. Berilah aku air, agar aku dapat bersuci.”

Daging yang halal
Ibrahim bin Adham sedang berjalan dengan sebuah rombongan, mereka tiba disebuah benteng. Di depan benteng itu terdapat banyak semak belukar.
“Baiklah kita bermalam disini karena disini banyak terdapat semak belukar sehingga kita dapat membuat api unggun” Kata mereka.

Merekapun menghidupkan api dan duduk disekelilingnya sambil memakan roti kering. Ketika Ibrahim sedang berdiri dalam shalatnya, salah seorang diantara mereka berkata:
“Seandainya kita mempunyai daging yang halal untuk kita panggang diatas api ini!”
Setelah selesai shalat, Ibrahim berkata kepada mereka “Sudah pasti Allah SWT dapat memberikan daging yang halal kepada kita semua.”

Setelah selesai berkata demikian Ibrahim bin Adham bangkit dan melaksanakan shalat kembali. Tiba-tiba tedengar auman singa yang sedang menyeret keledai liar. Singa itu menghampiri mereka. Keledai itu mereka ambil dan kemudian mereka panggang untuk mereka makan, sementara si singa duduk memperhatikan segala tingkah laku mereka.

Memuliakan Allah SWT
Suatu hari Ibrahim bin Adham bertemu dengan seorang yang sedang mabuk. Mulutnya berbau busuk karena khamar. Segera Ibrahim bin Adham mengambil air dan dibasuhnya mulut si pemabuk itu sambil berkata kepada dirinya sendiri:
“Apakah akan kubiarkan mulut yang pernah mengucapkan nama Allah SWT dalam keadaan kotor. Itu namanya tidak memuliakan Allah SWT”
Ketika si pemabuk siuman, orang-orang berkata kepada dirinya:
“Pertapa dari Khurasan telah membasuh mulutmu”
Si pemabuk menjawab “Sejak saat ini aku bertaubat!”
Setelah si pemabuk bertaubat, Ibrahim didalam mimpinya mendengar sebuah seruan kepada dirinya
“Engkau telah membasuh sebuah mulut demi Aku dan Aku telah membasuh hatimu.”

Adakah manusia zaman sekarang yang rela meninggalkan gemerlap harta dan kedudukan tinggi kemudian hidup sederhana bahkan kelewat sederhana seperti Ibrahim bin Adham, seorang Raja Balkh yang memilih Sufi sebagai hidupnya.

Demikianlah beberapa kisah dan karomah Ibrahim bin Adham yang kami sarikan dari berbagai sumber terpilih semoga dapat menjadi bahan renungan dan pembelajaran bagi kita semua untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Amin.

RAHASIA CEPAT MENJADI MILYARDER BARU DARI INTERNET
MENGALIRKAN UANG KE REKENING BANK ANDA SECARA OTOMATIS
SEGERA KLIK DISINI
INFORMASI PENTING UNTUK PERUBAHAN HIDUP ANDA
MAU DAPAT UANG SETIAP HARI Rp.50.000 S/D Rp.500.000 SETIAP HARI
JIKA ANDA INGIN KIRIM SMS YANG BISA MENDAPATKAN UANG, MESKIPUN SMS YANG ANDA KIRIM ADALAH SMS GRATISAN DARI OPERATOR ANDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar